Sebuah pengalaman pribadi yang saya alami sebagai seorang guru dengan segudang cerita, salah satunya tentang lingkungan kerja yang tidak supportif, yach bisa dibilang manajemen toxic atau memang oknumnya yang toxic bisa juga memang lingungannya yang sedang panas.
Sebelum bercerita saya akan jelaskan terlebih dahulu, saya seorang guru yang hoby dengan organisasi, artinya sedikit banyak paham dengan manajemen organisasi. Dan dalam hal kepemimpinan saya memiliki kelebihan, sedikit tegas dan berani.
Sebagai seorang Guru ini kali kedua saya mengalami sebuah benturan dalam organisasi khususnya dilingkungan sekolah, dimana ada oknum yang tidak suka dengan saya dan seakan mau menyingkirkan saya dari sekolah. Cerita ini pertama kali ketika saya mengajar di sekolah swasta dan yang kedua disekolah negeri. Oh, ternyata sama saja, 'ga sekolah swasta atau negeri sama saja, yang namanya konflik internal pasti ada saja. Sikut-sikutan, circle-circlean, padahal mereka Guru, dan entah ini sistem manajemen sekolahnya yang bermasalah atau memang konflik antar personalnya yang kurang paham budaya organisasi.
Konflik pertama ketika saya mengajar di sekolah swasta adalah saya difitnah, memang suasana di sekolah sedang panas karena terjadi benturan kepentingan antara dua kubu, antara kubu pro yayasan dan kubu pro dengan guru. Sedangkan saya dianggap sebagai guru yang pro dengan kubu yang pro dengan guru bukan dengan yayasan. Setiap hari suasana sekolah seakan panas, berbagai macam gosip silih berganti, bahkan tembokpun dapat berbicara. Apapun yang sedang dibicarakan oleh guru langsung sampai ke telinga yayasan. Dan anehnya Yayasan hanya mendengarkan satu telinga tanpa mendengarkan duduk perkara yang sesungguhnya. Yang pada akhirnya datanglah sebuah berita bahwa saya akan dikeluarkan dari sekolah dan tidak akan diperpanjang kontrak oleh Kepala Sekolah yang pro dengan Yayasan. Namun Tuhan berkehendak lain, saya tetap dipertahankan oleh Guru yang tidak pro dengan Yayasan.
Sampai pada akhirnya saya tetap berjuang untuk kemajuan sekolah dengan melakukan marketing penerimaan siswa baru, sampai bertambah setiap tahunnya. Suatu saat saya diminta untuk menjadi karyawan tetap Yayasan, namun dengan berat hati saya tolak, karena saya tahu betul bagaimana guru-guru yang sudah menjadi Guru tetap dan mereka banyak yang dibuang begitu saja karena satu kesalahan, yaitu tidak seiya sekata dengan Yayasan. Apalagi saya yang memiliki tipe selalu membangkang, tentu saja saya menolak dengan berbagai alasan yang tentu sudah saya pikirkan panjang-panjang.
Semakin lama saya semakin paham bagaimana cara kerja manajemen sekolah yang dikelola oleh yayasan. Intinya many oriented (tidak semua ya !). Semua dikelola oleh sanak saudara. Mungkin bagi sekolah-sekolah yang sudah besar dan sudah punya nama saya rasa tidak demikian. Cerita yang saya alami ini karena sekolahnya masih berkembang.
Pada suatu saat saya pindah sekolah ke sekolah negeri, yang dahulu menurut saya sekolah negeri itu bergengsi, gurunya cerdas-cerdas dan memiliki kompetensi profesional dibidangnya. Sekolah ini terbilang sudah lumayan lama berdiri, dan tujuan saya pindah adalah ingin menggali keahlian saya dibidang pedagogik dan kompetensi profesional di sekolah negeri yang menurut saya saya akan dapat berkembang menjadi sosok guru yang profesional.
Ketika awal masuk dan survey, kok biasa saja sekolahnya dengan sarana dan prasarana yang menurut saya tidak sesuai dengan expetasi saya. Tapi ya sudahlah, karena sudah mendaftar saya lanjut saja bekerja. Ditahun pertama saya mulai menampilkan diri saya dimuka umum, sebagai seorang guru baru, ternyata apa yang saya lakukan mulai tidak disukai oleh oknum manajemen sekolah yang memiliki kuasa. Ditahun pertama saya mulai diawasi gerak-geriknya, seakan-akan dicari kesalahan-kesalahan saya. Oknum tersebut memberikan intelejen disetiap kelas untuk memata-matai guru. Mulai terjadi fitnah untuk kali kedua yang terjadi kepada saya. Sungguh miris, dan seakan dunia ini berulang kisahnya. Hanya saja beda tempat dan beda cerita, tetapi intinya sama, apakah ini sebuah ujian ataukah peringatan dari Tuhan.
Setelah 13 tahun saya mengabdikan diri sebagai seorang Guru, banyak hal yang terjadi pada diri saya. Saya pelajari bagaimana sistem manajemen sekolah, bagaimana gaya kepemimpinan kepala sekolah, bagaimana manajemen sumber daya manusianya, bagaimana sistem manejemen dikelas dan bagaimana sistem manajemen siswanya. Saya berfikir mungkin sewaktu mengajar di swasta semua itu wajar, karena sekolahnya masih berkembang, tetapi ketika saya mengajar di negeri, kok, sama saja dan tidak jauh berbeda.
Miris sekali yang terjadi, saya berfikir buat apa saya disiplin mengajar, berdedikasi dan loyal kepada sekolah, keinginan saya hanya ingin menjadi guru yang baik itu saja, tetapi toh lingkungan tidak menghendaki demikian. Yang ada adalah justru saya yang malah tersingkir. Jika kita melawan sistem justru kita yang akan disingkirkan, artinya mau tidak mau kita harus ikut sistem yang menurut saya tidak supportif.