About

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 25 Desember 2024

Memang Ada Yach Lingkungan Kerja yang Toxic ?

Sebuah pengalaman pribadi yang saya alami sebagai seorang guru dengan segudang cerita, salah satunya tentang lingkungan kerja yang tidak supportif, yach bisa dibilang manajemen toxic atau memang oknumnya yang toxic bisa juga memang lingungannya yang sedang panas.


Sebelum bercerita saya akan jelaskan terlebih dahulu, saya seorang guru yang hoby dengan organisasi, artinya sedikit banyak paham dengan manajemen organisasi. Dan dalam hal kepemimpinan saya memiliki kelebihan, sedikit tegas dan berani.


Sebagai seorang Guru ini kali kedua saya mengalami sebuah benturan dalam organisasi khususnya dilingkungan sekolah, dimana ada oknum yang tidak suka dengan saya dan seakan mau menyingkirkan saya dari sekolah. Cerita ini pertama kali ketika saya mengajar di sekolah swasta dan yang kedua disekolah negeri. Oh, ternyata sama saja, 'ga sekolah swasta atau negeri sama saja, yang namanya konflik internal pasti ada saja. Sikut-sikutan, circle-circlean, padahal mereka Guru, dan entah ini sistem manajemen sekolahnya yang bermasalah atau memang konflik antar personalnya yang kurang paham budaya organisasi.


Konflik pertama ketika saya mengajar di sekolah swasta adalah saya difitnah, memang suasana di sekolah sedang panas karena terjadi benturan kepentingan antara dua kubu, antara kubu pro yayasan dan kubu pro dengan guru. Sedangkan saya dianggap sebagai guru yang pro dengan kubu yang pro dengan guru bukan dengan yayasan. Setiap hari suasana sekolah seakan panas, berbagai macam gosip silih berganti, bahkan tembokpun dapat berbicara. Apapun yang sedang dibicarakan oleh guru langsung sampai ke telinga yayasan. Dan anehnya Yayasan hanya mendengarkan satu telinga tanpa mendengarkan duduk perkara yang sesungguhnya. Yang pada akhirnya datanglah sebuah berita bahwa saya akan dikeluarkan dari sekolah dan tidak akan diperpanjang kontrak oleh Kepala Sekolah yang pro dengan Yayasan. Namun Tuhan berkehendak lain, saya tetap dipertahankan oleh Guru yang tidak pro dengan Yayasan.


Sampai pada akhirnya saya tetap berjuang untuk kemajuan sekolah dengan melakukan marketing penerimaan siswa baru, sampai bertambah setiap tahunnya. Suatu saat saya diminta untuk menjadi karyawan tetap Yayasan, namun dengan berat hati saya tolak, karena saya tahu betul bagaimana guru-guru yang sudah menjadi Guru tetap dan mereka banyak yang dibuang begitu saja karena satu kesalahan, yaitu tidak seiya sekata dengan Yayasan. Apalagi saya yang memiliki tipe selalu membangkang, tentu saja saya menolak dengan berbagai alasan yang tentu sudah saya pikirkan panjang-panjang.


Semakin lama saya semakin paham bagaimana cara kerja manajemen sekolah yang dikelola oleh yayasan. Intinya many oriented (tidak semua ya !). Semua dikelola oleh sanak saudara. Mungkin bagi sekolah-sekolah yang sudah besar dan sudah punya nama saya rasa tidak demikian. Cerita yang saya alami ini karena sekolahnya masih berkembang.


Pada suatu saat saya pindah sekolah ke sekolah negeri, yang dahulu menurut saya sekolah negeri itu bergengsi, gurunya cerdas-cerdas dan memiliki kompetensi profesional dibidangnya. Sekolah ini terbilang sudah lumayan lama berdiri, dan tujuan saya pindah adalah ingin menggali keahlian saya dibidang pedagogik dan kompetensi profesional di sekolah negeri yang menurut saya saya akan dapat berkembang menjadi sosok guru yang profesional.


Ketika awal masuk dan survey, kok biasa saja sekolahnya dengan sarana dan prasarana yang menurut saya tidak sesuai dengan expetasi saya. Tapi ya sudahlah, karena sudah mendaftar saya lanjut saja bekerja. Ditahun pertama saya mulai menampilkan diri saya dimuka umum, sebagai seorang guru baru, ternyata apa yang saya lakukan mulai tidak disukai oleh oknum manajemen sekolah yang memiliki kuasa. Ditahun pertama saya mulai diawasi gerak-geriknya, seakan-akan dicari kesalahan-kesalahan saya. Oknum tersebut memberikan intelejen disetiap kelas untuk memata-matai guru. Mulai terjadi fitnah untuk kali kedua yang terjadi kepada saya. Sungguh miris, dan seakan dunia ini berulang kisahnya. Hanya saja beda tempat dan beda cerita, tetapi intinya sama, apakah ini sebuah ujian ataukah peringatan dari Tuhan.


Setelah 13 tahun saya mengabdikan diri sebagai seorang Guru, banyak hal yang terjadi pada diri saya. Saya pelajari bagaimana sistem manajemen sekolah, bagaimana gaya kepemimpinan kepala sekolah, bagaimana manajemen sumber daya manusianya, bagaimana sistem manejemen dikelas dan bagaimana sistem manajemen siswanya. Saya berfikir mungkin sewaktu mengajar di swasta semua itu wajar, karena sekolahnya masih berkembang, tetapi ketika saya mengajar di negeri, kok, sama saja dan tidak jauh berbeda. 


Miris sekali yang terjadi, saya berfikir buat apa saya disiplin mengajar, berdedikasi dan loyal kepada sekolah, keinginan saya hanya ingin menjadi guru yang baik itu saja, tetapi toh lingkungan tidak menghendaki demikian. Yang ada adalah justru saya yang malah tersingkir. Jika kita melawan sistem justru kita yang akan disingkirkan, artinya mau tidak mau kita harus ikut sistem yang menurut saya tidak supportif.

Senin, 16 Desember 2024

Catatan Seorang Guru Part#1

 Yang Penting Hadir sudah KKM


Sebuah dilematis menjadi seorang Guru, antara integritas atau sistem yang sudah rusak. Inilah fakta sistem pendidikan di tempat saya mengabdi. Atau mungkin cerita ini hanya sebuah kasus ditempat saya mengajar atau mungkin ditempat pembaca juga terjadi. Perlu saya garis bawahi kasus ini tidak terjadi disemua sekolah (diclaimer) ini hanya cerita fakta di satu sekolah dan tanpa perlu saya sebutkan identitasnya. 


Cerita ini bermula ketika akhir semester, setiap sekolah pasti melaksanakan ujian akhir semester, atau mungkin asesmen akhir semester ataupun apa namanya yang membuat bingung guru-guru di Indonesia dengan kebijakan yang selalu berubah. Dan tentu saja sekolah saya juga melaksanakan kegiatan ujian akhir semester tersebut. Dalam teknisnya ujian dilaksanakan dengan dua metode, untuk pelajaran Normatif menggunakan sistem CBT (Computer Based Test) sedangkan non Normatif (Kompetensi Keahlian) menggunakan sistem praktik. Tentu saja saya termasuk yang kedua yaitu pelajaran kompetensi keahlian, karena keahlian saya pada bidang kompetensi keahlian (tanpa perlu saya sebutkan kompetensinya). Sebagai sekolah yang berfokus pada kejuruan tentu saja seharusnya bidang keahlian dijadikan prioritas. Yang artinya menurut saya, siswa harus memiliki keahlian sesuai dengan bidangnya dan yang lebih paham tentang penilaian dan bagaimana sistem penilaian serta bagaimana gurunya memberikan nilai yang pasti guru kompetensi keahlian yang lebih paham. Sampai disini sudah paham ya?


Hingga suatu saat usai ujian dilaksanakan, hanya sebagian siswa yang mengikuti ujian praktik dan sampai batas waktu yang telah ditentukan tidak ada satu pun siswa yang memiliki niat dan tekad untuk memperoleh nilai (dalam hati bertanya yang butuh nilai siswa apa guru). Yach, memang sudah zamannya seperti ini atau ada yang salah ? Kok, jadi gurunya yang mencari siswa (bertanya kepada siswa, "nak, kapan mau ujian ?") seakan mengemis kepada siswa untuk mengikuti ujian. Toh siswanya santai aja, seakan tidak butuh nilai. Sampai disini sudah paham kan ?


Dan tibalah upload nilai ke sistem, dan saya memberikan nilai sesuai dengan kemampuan siswa. Dan ternyata ...inilah jawaban dari seorang guru wali kelasnya 

@#%#@#$)(*&^&^%#$%

terjemahannya ......

Intinya gini, jangan kasih nilai di bawah KKM, anak sudah hadir 90% saya sudah KKM.

Wah,...hebat betul sistemnya, dimana integritas sistem penilaiannya? buat apa diadakan ujian kalau toh nilai hanya diukur dengan kehadiran. Capek-capek buat soal, sudah cape ujian praktik, sudah cape ngawas, bahkan waktunya tidak hanya satu hari, bisa seminggu jika praktik.


Sekarang saya jadi dilematis, antara integritas atau yach cukup lah dengan anak hadir sudah dapat nilai.

Cara menghilangkan tulisan Recomended di Blog

 Copy paste code dibawah ini pada settingan mode add CSS


.goog-inline-block.dummy-container div, .goog-inline-block.dummy-container div iframe ssyby, .goog-inline-block.dummy-container div iframe{
width: 33px !important;


kemudian simpan

Cara Menghapus Header Blog

 Cari code seperti dibawah ini :


<'b: widget id= 'header 1' terkunci = 'false' title = 'TitleOfYourBlog (Header)' type = 'Header' />

kemudian hapus code tersebut.
selanjutnya simpan

Cara Membuat Search Engine di Blog

 Caranya buat gadge baru kemudian copy paste code di bawah ini :


<form action="http://nama-blogmu.blogspot.com/search"
method="get"> <input class="textinput" name="q" size="30" type="text"/> <input value="search" class="buttonsubmit" name="submit" type="submit"/></form>

kemudian ganti tulisan berwarna merah dengan alamat blog Anda. Kemudian simpan